Judul diatas pasti akan memunculkan tuduhan bahwa saya adalah buzzer pilkada.
Saya sudah kenyang dengan tudingan itu. Bahkan ada yang menghitung kalau saya mendapat miliaran rupiah demi mempromosikan ketiga tokoh itu.
Seakan-akan saya tidak boleh berbicara tentang siapapun yang saya anggap sebagai contoh bagaimana seorang pemimpin itu memimpin..
Sejak munculnya Jokowi ke permukaan, saya sudah kagum dengan orang ini. Saya mempelajari track record perjalanannya, saat ia menyelesaikan masalah dengan pedagang kaki lima di Solo dengan elegan, sampai kepada perselisihannya dengan mantan Gubernur Jateng Bibit Waluyo yang Jendral itu.
"Indonesia butuh Jokowi..." Pikir saya waktu itu.
Saya menjadi diehard fansnya justru ketika ia menjadi Presiden. Disaat semua orang khawatir salah memilih Presiden karena Jokowi terlihat ringkih dan lemah, saya justru melihat disitulah kekuatannya.
Gaya Solonya memang "menipu" banyak orang dan saya menulis tentangnya dengan judul "Langkah kuda Jokowi". Ia saya ibaratkan bidak kuda, yang dengan mudah loncat kesana kemari tanpa penghalang dan sulit dibunuh oleh bidak lainnya.
Dalam pandangan saya waktu itu - Alhamdulillah ternyata tidak salah - di tangan Jokowi-lah Indonesia akan menemukan kejayaannya kembali sebagai bangsa yang besar dan berwibawa. Karena itu saya terus mendukungnya dengan segenap hati bukan karena saya dibayar, tetapi orang baik harus diberi kesempatan untuk menunjukkan kemampuannya.
Ahok juga adalah figur yang fenomenal.
Rekam jejaknya yang bersih dari korupsi dan ketegasannya dalam memimpin, adalah cerita baru bagi saya sesudah puluhan tahun banyak pemimpin yang ngakunya macan padahal berjiwa kambing.
"Jakarta butuh Ahok.." begitu pikir saya.
Dan dengan semangat membaja, sayapun menulis pandangan2 saya tentang sepak terjangnya memberantas serigala di hutan belantara Jakarta dan mengurai banyak masalah disana.
Kembali tudingan diarahkan ke saya bahwa saya dibayar miliaran rupiah. Ah senangnya ketika orang lain menghargai saya begitu tingginya, walau cuman "katanya" tapi gada duitnya.
Jika Indonesia butuh Jokowi dan Jakarta butuh Ahok, maka saya menemukan sosok yang sama yang mempunyai idealisme tinggi dalam memimpin.
"Jawa barat butuh Dedi Mulyadi.." Saya pun kembali merasakan aura yang sama.
Dedi Mulyadi adalah pemimpin yang cinta dan bangga pada akar dirinya, dimana ia lahir dan besar disana. Ia anak desa dan tidak pernah keluar dari desanya sehingga ia sangat mengenal wilayahnya.
Kebanggaannya pada kesundaannya bahkan ia sulam di baju kerjanya dengan tulisan "Dangiang ki sunda" atau kewibawaan orang sunda. Ia adalah orang yang resah ketika masyarakat Sunda kehilangan akarnya dan dipengaruhi oleh budaya luar yang berpotensi menjadi intoleran.
Dan saya pun lagi-lagi disebut timses yang dibayar miliaran rupiah.
Hitung saja, sudah berapa puluh miliar saya dapat dari mendukung Jokowi, Ahok dan Dedi Mulyadi ? Wahh.. harusnya saya sudah ngopi di Cafe di sudut kota Milan Italia, bukan di warung kopi tiga rebuan sambil dipelototin emak warung karena masih ngutang..
Dari ketiga tokoh tersebut, ada persamaan yang tidak bisa dilepaskan yaitu mereka sama2 dibenci oleh FPI. Jokowi dituding PKI, Ahok dibilang kafir dan Dedi Mulyadi sebagai musyrik..
FPI memang bisa dianggap sebagai kompas politik selain PKS. Saya selalu melihat kemana FPI menudingkan tangannya, maka orang itu adalah pemimpin yang benar...
Gampang, kan ?
0 komentar
EmoticonEmoticon