-->
Zuroya Blog

NOBAR Film G30SPKI Bareng TNI


Ketika Jenderal Tito Karnavian memutuskan menyelidiki kasus penistaan agama oleh Ahok yang diumumkan ketika hadir dalam acara ILC, saya menangkap keresahan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. Ketika itu Jenderal Gatot spontan bertanya pada Jenderal Tito, “ Apakah itu tidak melanggar ketentuan Kawat Kapolri bahwa calon pemimpin daerah tidak bisa diperiksa sampai Pilkada selesai?” Dan sang Jenderal manggut-manggut ketika Kapolri mengatakan, “Saya tempuh resiko itu meski melanggar.” Persis percakapan kedua beliau itu silahkan cari di Youtube. Tapi kurang lebih intinya sama. Jenderal Gatot masygul dan resah.


GATOT DAN 212
Dan memang akhirnya kita tahu semua bahwa 212 ibarat kotak pandora. Politik identitas menjadi modalitas kaum oligarki politik yang mempertontonkan kebrutalannya di Pilkada Jakarta. Jenderal Gatot berusaha meminimalisir dampak itu. Kita tahu kelompok Islam mana yang dia dekati dan diredam langkahnya.

Panglima TNI itu juga paham bahwa diantara anggota TNI yang berjumlah 476 ribu orang ditambah pasukan cadangan 400 ribu orang, ada yang bersimpati dengan 212. Mereka secara diam-diam menyuarakan aspirasi tersebut yang jika dibiarkan bisa menciptakan polarisasi berujung pembangkangan.

Dalam konteks ini, bisa dimengerti, setelah aksi 212, semua angkatan aktif menggunakan twitter untuk menangkal aneka berita hoax. Tujuannya, tidak hanya membuat jernih berita di masyarakat, tetapi juga memberikan informasi akurat bagi jajaran TNI.

Dan Jenderal Gatot berhasil . Pasukannya tetap setia pada komando. Tidak ada yang mbeling atau memberontak. Persepsi sekitar kasus penistaan agama yang berbeda di kalangan prajurit TNI berhasil diredam dan tidak diumbar alias di ditelan sendiri dan baru muntah dalam acara-acara terbatas.

YLBHI TIDAK SENTISIF
Sebagai seorang yang malang melintang dalam dunia militer, politik dan intelejen , Jenderal Gatot tahu duduk perkara dan akar permasalahan “perang media sosial” yang berlangsung sengit sekarang ini. Namun kemampuan dia terbatas. Sama seperti halnya Tito yang berusaha keras menciptakan ketertiban, Jenderal Gatot berusaha keras menjaga keamanan. Keduanya hanya berakrobat menangkal aneka isu, termasuk isu PKI, untuk mempertahankan negeri ini dari gerogotan anasir-anasir politik dalam negeri yang kejam memainkan aneka isu. Bahkan mungkin juga tangan-tangan asing. Keberadaan tangan-tangan ini bak angin. Terasa tapi tidak dapat ditangkap.

Seperti halnya soal isu PKI. Secara nalar, partai ini sudah musnah. Tapi demokrasi ala hoax menciptakan aneka hantu yang coba dikasat matakan lewat aneka mantra. Kita bisa berkilah apa yang dilakukan YLBHI adalah bagian pelurusan sejarah karena faktanya memang ada ratusan ribu orang yang menjadi korban pasca 30 September.

Namun lembaga ini lupa bahwa jika cuma menghadirkan para korban keganasan pembersihan anasir PKI pasca 30 September, ada elemen masyarakat yang terbakar. Lembaga ini harusnya memperhitungkan dampaknya. Tidak hanya dikalangan masyarakat kebanyakan, tetapi juga keluarga korban konflik PKI yang justru ingin mereka bantu.

YLBHI juga tidak sensitif menggelar ini menjelang peringatan hari paling kelam dalam sejarah bangsa ini yang terus menjadi kontroversi dari masa ke masa. Lembaga ini pastinya tahu bahwa oligarki politik akan memainkan isu ini sama seperti isu-isu turunan 212. Isu 212 dan PKI makin membuat bangsa ini belepotan dengan berita sampah .

Bahkan karena berita sampah, YLBHI diserang dan ingin dimusnahkan. Pengurus YLBI pasti tahu siapa yang bakal terusik pantatnya untuk bereaksi dan dampaknya di kalangan masyarakat. . Karena itu langkah elegan dan bijak diperlukan hingga tidak menimbulkan gejolak.

MELAWAN ARUS
Dalam konteks inilah, bisa dimengerti mengapa Jenderal Gatot melawan arus pandangan seniornya Jenderal Ryamizard Ryacudu yang keberatan dengan acara nonton bareng film G30S PKI. Jenderal Gatot harus mengambil posisi agar tidak muncul kesan TNI diam saja ditengah persepsi” pembiaran paham PKI.”

Gatot Nurmantyo berkeputusan nobar di lapangan Kodim dan tempat-tempat lain di lingkungan TNI tetap dilaksanakan. Berkali-kali Jenderal ini menyebut pemutaran itu berlangsung di lingkungan internal TNI. Ini menunjukkan bahwa ada keresahan dari sang Jenderal yang persis sama dengan aksi 212 bahwa di kalangan prajurit TNI ada yang tidak senang dan bibit polarisasi muncul lagi. Dia juga melihat kelompok yang sudah dia rangkul selama 212 bisa menyempal jika dia tidak bersikap soal aksi YLBHI itu hingga dia perlu merapatkan barisan.

Dalam konteks ini, kita bisa berujar, sama seperti 212, sang Jenderal ingin menyekat isu PKI ini agar tidak membuat resah prajurit TNI dan keluarganya. Serta membuat aneka elemen masyarakat yang getol menyebarkan isu PKI tetap dalam pantauannya bersama kawannya Tito Karnavian.

Selamat nonton bareng.

1 komentar